:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1589688/original/020402700_1494334928-20170509-tawuran-pelajar-karawang.jpg)
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mulai menerapkan pembinaan karakter melalui pendidikan semimiliter untuk para pelajar nakal di Markas TNI Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad di Jalan Raya Sadang-Subang, Purwakarta.
“Hari ini kita mulai pendidikan semimiliter, sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi,” kata Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, Kamis (1/5/2025) dilansir Antara.
Ia menyampaikan, Pemkab Purwakarta sudah siap untuk melaksanakan kebijakan pendidikan semimiliter untuk para pelajar dan hari ini mulai dilaksanakan.
Saepul mengatakan pendidikan semimiliter untuk para pelajar diterapkan paling cepat selama enam bulan dan paling lama selama satu tahun. Harapannya, para siswa yang biasa berbuat tidak baik, bisa mengubah perilakunya menjadi lebih baik.
“Semoga dengan pendidikan militer ini, para siswa bisa mengubah kebiasaan buruk menjadi berperilaku baik. Menghormati orang tuanya, tidak melawan dan tidak nakal lagi,” kata Saepul.
Dalam pelaksanaannya, kata Saepul, masing-masing siswa nakal akan dibawa ke markas TNI dengan ditemani orang tuanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta, Purwanto, mengatakan pada tahap awal program pembinaan atau pendidikan semimiliter ini diikuti sekitar 30-40 pelajar.
“Mereka dibina langsung oleh anggota TNI dari Resimen Armed,” kata Saepul.
Purwanto menjelaskan kegiatan ini terlaksana atas kesepakatan antara Dinas Pendidikan Purwakarta, Kantor Cabang Dinas Wilayah IV Disdik Jawa Barat, Kementerian Agama, hingga Dewan Pendidikan.
Menurut Saepul, semua pihak sepakat dan sepaham kalau pendekatan militer diperlukan untuk menanamkan kembali nilai-nilai disiplin di kalangan pelajar. Termasuk menanamkan rasa tanggung jawab dan nasionalisme yang dinilai mulai luntur di kalangan generasi muda.
Baca juga Dedi Mulyadi Beberkan Kriteria Siswa Nakal yang Bakal Dimasukkan ke Barak Militer
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana menerapkan program wajib militer bagi anak-anak yang bermasalah. Kebijakan ini diharapkan jadi solusi tuntas untuk menangani kenakalan remaja.
Pelajar Nakal di Jabar Akan Dibina di Barak Militer
… Selengkapnya
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana mengatasi masalah siswa bermasalah di wilayahnya agar dibina di barak militer, yang di mana rencananya akan dimulai pada 2 Mei 2025.
Dia mengungkapkan, rencana siswa dibina di barak militer agar memperoleh pendidikan karakter yang akan bekerja sama dengan TNI dan Polri. Menurut Dedi, rencana ini tak akan dilajalankan secara serentak, namun bertahap ke daerah yang dianggap rawan.
“Tidak harus langsung di 27 kabupaten/kota. Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, lalu bertahap,” kata Dedi Mulyadi seperti dilansir dari Antara, Minggu (27/4/2025).
Nantinya, politikus Gerindra itu menjelaskan, para siswa akan mengikuti program itu di sekitar 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI.
Menurut Dedi, mereka yang menjalankan program ini dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua, dengan prioritas pada siswa yang sulit dibina atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal, untuk diikutkan program pembinaan yang akan berlangsung enam bulan per siswa.
“Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi.
Dedi menjelaskan, pembiayaan program akan dilakukan melalui kolaborasi antara Pemprov Jawa Barat dan pemerintah kabupaten/kota yang terlibat.
Selain fokus pada siswa, Dedi turut memperhatikan kesejahteraan dan kualitas guru, termasuk proses rekrutmen yang menurutnya harus dilakukan secara transparan dan profesional.
“Ke depan, guru di Jabar harus memiliki karakteristik yang terstandar serta mengikuti pelatihan karakter,” kata dia.
Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer Harus Dikaji Mendalam karena Berpotensi Langgar HAM
… Selengkapnya
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana memasukkan siswa bermasalah agar dididik di barak militer. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyatakan wacana itu adalah hal baru dan butuh dikaji mendalam terlebih dahulu.
“Hal yang disampaikan oleh Gubenur Jawa Barat mungkin adalah hal-hal baru yang memang perlu dikaji terlebih dahulu secara matang,” kata Dasco di Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Menurut Dasco, wacana tersebut juga tidak bisa diterapkan di provinsi lain sebab tiap daerah punya karakteristik dan kebijakan berbeda.
“Kan mungkin untuk masing-masing daerah itu karakteristiknya berbeda,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Giri Ramanda Kiemas, menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek hak anak, hak asasi manusia, psikologi, dan kajian mendalam sebelum kebijakan tersebut dilaksanakan.
“Program ini berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak anak untuk belajar. Jika ada masalah perilaku pada remaja, sebaiknya dilakukan kajian lengkap tentang profil anak, termasuk aspek kejiwaan,” kata Giri dalam keterangannya, Kamis (1/5/2025).
Menurut Giri, menitipkan anak bermasalah di barak militer belum tentu efektif. Sehingga perlu dikaji kembali.
“Treatment kedisiplinan yang diterapkan belum tentu efektif dalam menangani perilaku menyimpang, oleh karena itu, dibutuhkan kajian psikologi yang mendalam untuk memahami setiap individu dengan lebih baik,” ungkap dia.
Politikus PDIP ini menuturkan, penjemputan paksa tanpa putusan hukum yang jelas bisa melanggar hak asasi anak, meskipun program pendidikan militer ini disebut tetap akan melalui persetujuan orang tua.
“Pendidikan karakter pelajar sebaiknya dibentuk dalam lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal mereka, bukan dengan cara memaksa mereka masuk ke barak militer tanpa dasar hukum yang kuat,” jelas Giri.
Menurutnya, pemerintah daerah harus mempertimbangkan aspek perbedaan budaya, sistem aparat, dan lembaga yang ada di masing-masing negara.
“Kepala daerah harus kreatif, tapi inovasi yang diambil harus melalui kajian yang matang dan terukur, bukan sekadar sensasi yang menciptakan kesan ‘mem-bully’ pelajar,” kata dia.
… Selengkapnya