:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4821053/original/051905600_1714739574-WhatsApp_Image_2024-05-03_at_19.05.15.jpeg)
Liputan6.com, Jakarta Profesor Marsudi Wahyu Kisworo siap menempuh berbagai upaya setelah dicopot dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila (UP).
Bukan tanpa alasan, Marsudi menilai keputusan pemberhentiannya oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP) cacat prosedur dan dilakukan secara sewenang-wenang tanpa memberikan ruang pembelaan.
“Pertama, saya nanti melaporkan ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia. Karena apa? Prosedurnya sewenang-wenang. Harusnya ada proses melalui senat, kemudian diberi kesempatan untuk membela diri, kita buktikan apa yang dituduhkan. Nah ini kan enggak,” kata Marsudi Wahyu Kisworo saat dihubungi, Selasa (29/4/2025).
Surat Keputusan Ketua Pembina YPP-UP Nomor 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025 yang memberhentikan Marsudi sebagai rektor UP ditandatangani pada 24 April 2025. Dalam pandangannya, alasan yang tercantum dalam surat tersebut bersifat subjektif.
“Di surat pemberhentian itu alasanya enggak bisa dibuktikan semua. Subyektif saja semua itu. Saya bisa di pengadilan bisa adu bukti bahwa itu enggak ada yang diomongin itu,” ujar Marsudi.
Marsudi mengaku telah mengirimkan surat permintaan audiensi ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia.
Gayung bersambut, surat itu pun langsung ditanggapi oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto. Kini, ia menyiapkan bukti dan dokumen untuk membuktikan pencopotan dirinya sebagai rektor tak berdasar dan sewenang-wenang.
“Karena kalau ke Mendikti Saintek harus membawa dokumen enggak bisa hanya omon-omon, harus ada bukti-bukti yang saya bawa. Kemungkinan minggu depan ada kabar baru mengenai ini dari Mendikti Saintek, karena surat tadi sudah sampai ke Menteri,” ucap Marsudi.
Marsudi juga berencana menempuh langkah hukum jika penyelesaian melalui Mendikti Saintek tidak membuahkan hasil.
“Ada dua langkah hukum. Pertama, bisa perdata PTUN, karena SK Yayasan bisa digugat ke PTUN. Nah kedua adalah pidana yaitu pencemaran nama baik, karena dengan begini kan nama saya jadi rusak,” ujar Marsudi.
“Meskipun itu langkah terakhir, kalau kita bisa selesaikan dengan baik-baik, ya selesaikan dengan baik-baik. Tapi kalau enggak bisa selesai baik-baik mungkin lewat hukum, gitu,” sambung dia.
Dua korban dugaan pelecehan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila menjalani pemeriksaan psikologi forensik di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa siang. Pemeriksaan ini menjadi salah satu bukti untuk melengkapi laporan korban.
Temuan Marsudi di Universitas Pancasila
… Selengkapnya
Lebih lanjut Marsudi menerangkan, saat menjabat sebagai rektor, ia menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola keuangan Universitas Pancasila. Temuan tersebut merupakan hasil audit oleh dua auditor eksternal, salah satunya auditor independen yang ia tunjuk.
“Jadi begini, waktu saya menjabat saya melakukan meminta auditor yang saya percaya untuk melakukan audit kantor akuntan publik ya. Mengaudit yang terjadi sampai Mei. Karena saya menjabat bulan Mei, karena saya enggak mau yang terjadi pada masa sebelum saya, nanti saya disuruh tanggung jawab gitu. Hasilnya sudah kita laporkan, banyak sekali lah masalah di sana berkaitan dengan keuangan,” ujar Marsudi Wahyu Kisworo.
Namun sayangnya, laporan tersebut justru tidak ditindaklanjuti. Sebaliknya, ia menduga temuan dan upayanya untuk melakukan pembenahan malah memicu ketegangan dengan yayasan.
Ditambah lagi, ia juga menolak untuk mengaktifkan kembali mantan Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno menjadi seorang dosen.
“Ternyata kemarin hari Senin itu saya tiba-tiba dipanggil dan langsung diberikan surat pemberhentian tanpa ada proses klarfikasi. Langsung dibuat SK pemberhentian, tidak punya kesempatan membela diri juga,” ujar Marsudi.
Pihak Kampus Ungkap Alasan Marsudi Dicopot dari Rektor
… Selengkapnya
Pencopotan Profesor Marsudi Wahyu Kisworo dari jabatan Rektor Universitas Pancasila (UP) oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP) dinilai janggal.
Kepala Komunikasi UP, Fitria Angeliqa mengamini. Menurut Fitria, Marsudi selama masa kepemimpinannya dikenal aktif mengadvokasi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan eks Rektor UP, Edie Toet Hendratno (ETH).
Selain itu, Marsudi juga tegas menolak menuruti arahan YPP-UP untuk mengembalikan Edie Toet Hendratno sebagai dosen aktif. Hal itu diduga kuat menjadi penyebab Marsudi dicopot dari jabatannya.
“Iya itu salah satunya (advokasi korban pelecehan seksual). Sepanjang masa kepemimpinannya, Beliau (Prof Marsudi) memang gencar melindungi korban yang mengalami intimidasi secara internal maupun eksternal. Mengapa demikian? Karena ada oknum di yayasan dan jajaran civitas yang berusaha mendesakkan keinginannya untuk mengembalikan ETH dalam jajaran dosen di UP,” kata Fitria saat dihubungi, Selada (29/4/2025).
Lebih lanjut, dia menerangkan, pemecatan itu dilakukan secara sepihak tanpa diskusi terlebih dahulu dengan rektor yang bersangkutan maupun dengan pihak internal universitas dalam hal ini senat Universitas Pancasila, wakil rektor, direktur, serta jajaran.
Situasi ini tentunya memunculkan berbagai pertanyaan di kalangan civitas akademika dan masyarakat.
“Perlu disampaikan bahwa civitas UP mengedepankan pentingnya prinsip komunikasi yang transparan, kolaboratif, dan partisipatif dalam pengambilan keputusan strategis, terutama yang berdampak luas pada institusi dan seluruh pemangku kepentingan,” ucap Fitria.
“Dialog yang terbuka dan musyawarah yang inklusif seharusnya menjadi landasan utama dalam membangun tata kelola yang baik,” sambung dia.
Karena itu, Fitria mengatakan, saat ini seluruh pimpinan di tingkat universitas sedang berkoordinasi secara intens untuk menyikapi situasi yang terjadi saat ini.
“Dan memastikan kelangsungan operasional kampus tetap berjalan dengan baik,” kata Fitria.
… Selengkapnya